Jumat, 21 Juni 2013

Sikap orang kristen terhadap uang (uang dan kekristenan)



1.  Uang bukanlah untuk disembah, uang adalah Alat tukar / jual beli, uang dikuasai, dikelola dan digunakan dengan sebaik-baiknya.
Dalam matius 6:19-24 ini, mula-mula Tuhan Yesus membicarakan sikap kita terhadap harta (uang), kekayaan, milik. Uang dan kekayaan dapat menjadi daerah kekuasaan iblis. Apabila kita coba menanggalkan harta dan kekayaan dari lapangan kekuasaan Allah maka harta dan kekayaan itu menjadi suatu “berhala”, menjadi sesuatu yang didewakan, menjadi mammon, sebab segala sesuatu yang ditanggalkan dari kerajaan Allah akan jatuh kedalam kekuasaan iblis[1].
2. Cara seseorang menggunakan uang menunjukkan kualitas kerohaniannya, dan cara seseorang menggunakan uang juga menunjukkan kualitas karakter seseorang.
Dalam Alkitab kekayaan dan kepemilikan tidaklah jahat[2], sebab persoalannya bukanlah pada harta, uang dsb. Paulus sudah mengatakan bahwa cinta uang adalah akar segala kejahatan, demi uang dan kekayaan orang bersedia melakukan kejahatan[3]. Jadi, jikalau kita mengacu pada Arti kata Kristen yang berasal dari bahasa Yunani “Christianoi” (pengikut Kristus)[4] memberi pengertian kepada kita bahwa penggunaan uang haruslah sesuai dengan inti ajaran siapa yang menjadi pelatih dan pemimpin kita, jika Kristus adalah pelatih dan pemimpin kita (orang Kristen) sudah tentu cara dia dalam mempergunakan uang akan sesuai dengan Alkitab dan untuk kemuliaan Tuhan “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” Kolose 3:17.
3.   Memberi kepada Allah dengan cara yang benar menunjukkan seberapa besar cintanya kepada Allah atau kepada uang.
Cinta kepada Allah dapat ditunjukkan dengan memberi uang kepada Allah. Seberapa besar uang yang Anda beri kepada Allah mencerminkan seberapa cinta Anda kepada Allah, “Dimana hartamu berada disitu hatimu berada, jika uang Anda disimpan dalam perbendaharaan Allah, maka hati Anda ada pada Allah.
Tidak ada satu hal pun yang keliru mengenai membangun kemakkuran dan menghasilkan uang. Banyak orang saleh yang sejahtera[5]. Allah memanggil kita untuk menuju relasi kasih dimana Kristus adalah Tuhan.hal itu berarti bahwa hidup kita adalah miliknya. Sebagai pelayan yang setia kita seharusnya membuka diri bagi Dia untuk mengelola setiap keping yang kita pergunakan, Dialah prioritas kita yang menyelenggarakan kehendak kita dalam kehidupan dan karya[6].
“Sebab jika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Sebab untuk itulah Kristus telah mati dan hidup kembali, supaya Ia menjadi Tuhan, baik atas orang-orang mati, maupun atas orang-orang hidup” Roma 14:8-9.
Ketika Dia adalah Tuhan dalam kehidupan kita, maka seluruh kehidupan kita aka berorientasi pada Dia demikian pula kita sedang meyatakan pada Dunia dan Allah bahwa Tuhanlah yang menjadi Tujuan kita dan alasan pelayanan kita dalam memberi.
4.      Mencari uang  dan memiliki uang dalam jumlah besar sama sekali tidak salah, namun mencitai uang itu salah.
Dengan uang seorang dapat memuaskan keinginannya sendiri; dengan uang pula ia dapat membantu kebutuhan tetangganya. Dengan uang ia dapat melicinkan jalan bagi perbuatan yang salah; uang itu sendiri bukanlah sesuatu yang jahat melainkan adalah suatu tanggung jawab yang besar. Uang dapat berguna bagi kebaikan namun uang juga dapat berguna bagi kejahatan[7]. Dengan demikian bahaya apa yang dapat timbul dari cinta uang? Barclay setidaknya mengusulkan beberapa hal:
a.       Keinginan akan uang cenderung menjadi kehausan yang tidak akan terpuaskan.
b.      Keinginan untuk kaya didasarkan pada ilusi.
c.       Keinginan akan uang cenderung membuat seseorang menjadi egois.
d.      Meskipun keinginan untuk mendapatkan kekayaan itu didasarkan pada keinginan untuk memperoleh rasa aman, keinginan itu tidak menghasilkan apa-apa kecuali curiga.
e.       Cinta uang dapat membawa seseorang pada cara yang salah untuk mendapatkany, dan dengan demikian akhirnya menuju pada penderitaan dan penyesalan yang menyiksanya.


[1] Verkuyl J. Dr.  Khotbah Di Bukit (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002 ), hlm 95

[2] Noordegraaf A. Dr. Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004) hlm 173

            [3] Budiman R. Dr Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I&ii Timotius Dan Titus (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia 2008) hlm 102

[4] Adhiatera T. Perjalanan Spiritual Seorang Kristen Sekuler (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008) hlm 13

[5] Kris Denbesten. Shine (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010) hlm 77

[6] Ibid, Hlm 78
[7] William Barclay. Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat 1&2 Timotius, Titus, Filemon. hlm 205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar